Mengapa Banyak Orang Gagal Berubah? Kenali 5 Fase Emosi Ini Sebelum Menyerah

Darmawan Aji
4 min readJan 15, 2025

--

Apa yang menyebabkan seseorang gagal dalam melakukan perubahan? Satu jawaban: mereka frustrasi saat usaha mereka tidak menunjukkan hasil.

Jadi, banyak orang menyerah untuk turun berat badan, menulis buku, meluncurkan kelas online, atau memulai bisnis baru bukan karena mereka kurang pengetahuan teknis. Mereka gagal karena tidak dapat mengelola emosi yang dirasakan di sepanjang proses perubahan yang mereka lakukan.

Photo by Nik Shuliahin 💛💙 on Unsplash

Padahal, apa yang akan kita rasakan dalam proses melakukan perubahan itu bisa dikenali. Artinya kita bisa mengantisipasinya saat emosi tersebut benar-benar datang.

Saya sangat terbantu dengan Emotional Cycle of Change dari Don Kelley dan Daryl Conner. Menurut dua peneliti ini, selama proses perubahan kita mengalami 5 fase emosi.

  1. Uninformed Optimism (Optimisme Tanpa Dasar)
  2. Informed Pessimism (Pesimisme Karena Realita)
  3. Valley of Despair (Lembah Keputusasaan)
  4. Informed Optimism (Optimisme yang Realistis)
  5. Success and Fulfillment (Keberhasilan dan Kepuasan)

Mari kita bahas satu per satu.

Fase 1: Uninformed Optimism (Optimisme Tanpa Dasar)

Di awal, saat kita memulai proses perubahan, kita sangat bersemangat dan percaya diri. Kita optimis, namun optimismenya tanpa dasar (uninformed optimism). Kita hanya melihat manfaat — hal-hal positif, tanpa memikirkan usaha dan risikonya.

Saat mau diet misalnya, kita berpikir: “Pasti luar biasa, aku akan bisa langsing tiga bulan ke depan”

Awal berolahraga, kita membayangkan betapa sehatnya gaya hidup kita. Ketika mengawali bisnis, kita berpikir bagaimana bisnis kita akan sukses nantinya.

Semua motivasi dan semangat awal ini menjadi bekal untuk kita bertindak. Lalu, kita pun bertindak, sehari dua hari, seminggu dua minggu. Sampai akhirnya kita menghadapi hambatan dan kesulitan.

Kita pun sadar, ternyata keindahan tak seindah yang kita bayangkan. Kita masuk fase kedua.

Fase 2: Informed Pessimism (Pesimisme Karena Realita)

Di fase ini kita benar-benar dibenturkan dengan realita. Berolahraga setiap hari ternyata tidak mudah, memulai bisnis pun sama.

Diet sudah dilakukan seminggu, tapi berat badan tidak berubah. Kita mulai mengeluh “Kok susah ya.”

Ketika menghadapi kenyataan semacam ini, optimisme awal kita perlahan digantikan oleh pikiran-pikiran negatif. Kita mulai mempertanyakan, apakah ini semua berharga untuk diperjuangkan atau tidak. Semangat kita menurun. Pun dengan kepercayaan diri kita. Kita pesimis menghadapi realita yang ada (informed pessimism).

Fase 3: Valley of Despair (Lembah Keputusasaan)

Namun kita tidak menyerah. Kita tetap berusaha. Masalahnya, tidak ada kemajuan yang berarti. Kita merasa sudah melakukan semuanya, namun, apa yang kita harapkan tidak terwujud jua. Kita jatuh ke dalam lembah keputusasaan (valley of despair). Di titik inilah sebagian besar orang menyerah.

Orang melupakan dietnya, olahraganya, atau bisnis barunya. Beberapa kembali ke kebiasaan lama. Yang berbisnis, mulai berpikir untuk kembali mencari kerja. Mereka yang merasa gagal diet mencari pembenaran.

Beberapa kemudian mengganti tujuannya, sebuah cara untuk mengatasi rasa bersalahnya. Kita tidak tahu, apakah tujuan baru ini akan benar-benar terwujud atau akan mengalami nasib yang sama nantinya.

Sebagian lagi menunda-nunda. Lari dari kenyataan. Menghabiskan waktu untuk scrolling atau Netflix-an.

Dan kita pun kembali ke setelan awal.

Fase 4: Informed Optimism (Optimisme yang Realistis)

Untungnya, tidak semua orang menyerah. Sebagian kecil mencari tahu solusi atas masalanya. Mereka bertanya ke yang lebih berpengalaman, riset lebih dalam, belajar lagi. Mereka meyakini bahwa semua masalah pasti ada solusinya, sampai akhirnya mereka menemukan cara yang lebih baik untuk mencapai tujuan mereka. Mereka pun akhirnya mengalami kemajuan.

Kemajuan kecil ini membuat mereka semakin optimis. Memang benar kata Teresa Amabile, PhD, kemajuan adalah satu faktor yang dapat meningkatkan motivasi sementara kemunduran adalah satu faktor yang mengurangi motivasi.

Meskipun sama-sama optimis seperti di fase pertama, tetapi kali ini optimismenya berbeda. Optimisme saat ini berdasar data dan realita (informed optimism).

Mereka punya rencana yang lebih realistis. Tantangan dan hambatan memang masih ada, namun mereka bisa mengatasinya. Mereka melihat masa depan yang lebih cerah dari pada sebelumnya.

Fase 5: Success and Fulfillment (Keberhasilan dan Kepuasan)

Pada akhirnya kita pun berhasil. Kita sukses mencapai tujuan. Kita sukses membangun kebiasaan. Perubahan menjadi bagian dari diri kita. Kita menikmati prosesnya, dan mulai memetik hasilnya. Kita sampai di fase terakhir.

Sekarang, coba Anda pikirkan tujuan atau rencana perubahan yang berhasil maupun gagal Anda wujudkan, apakah Anda melalui tahap-tahap seperti di atas? Di tahap mana biasanya Anda merasa putus asa?

Pertanyaan pentingnya, bagaimana cara kita bertahan melewati setiap tahapan di atas? Karena jika kita tahu cara mengantisipasinya, maka kita akan lebih mudah mencapai tujuan-tujuan perubahan yang sudah kita tetapkan, insyaallah.

Referensi:

  • The 12 Week Year, Brian Moran & Michael Lennington.
  • Emotional Cycle of Change, Don Kelley & Daryl Conner

PS. Ini adalah salah satu bahasan di webinar Resolusi Menuju Aksi. Webinar ini saya selenggarakan setiap bulan Januari. Jika Anda tertarik belajar dan melakukan perubahan positif secara lebih efektif, silakan klik tautan ini: https://utas.to/resolusi

Artikel ini pertama kali dipublikasikan di blog saya. Kunjungi tautan ini untuk membacanya.

--

--

Darmawan Aji
Darmawan Aji

Written by Darmawan Aji

Productivity Coach. Penulis 7 buku pengembangan diri. IG @ajipedia Profil lengkap: darmawanaji.com

No responses yet