Kunci Mengelola Kehidupan untuk Ketenteraman Batin

Darmawan Aji
7 min readAug 26, 2021

--

Apa yang diinginkan seseorang dalam hidupnya? Rerata orang-orang ingin merasa bahagia dalam hidupnya. Kebahagiaan dapat diraih saat seseorang merasakan ketenteraman batin (inner peace) dan merasa bahwa kehidupannya ada di dalam kendalinya (feeling in control). Bila seseorang mengalami konflik batin yang terus menerus, maka ia akan menderita. Demikian pula saat seseorang merasa hidupnya di luar kendalinya, ia akan frustrasi, marah, atau kecewa.

Kita cenderung melemparkan tanggung jawab ke pihak lain saat kita merasa terpojok, merasa tidak berdaya. Dan kita merasa tidak berdaya saat kita merasa tidak bisa mengendalikan diri, kehidupan, serta waktu kita. Kita merasa tidak berdaya ketika mereka tidak memiliki kebebasan untuk melakukan apa yang ingin kita lakukan. Kita merasa tidak berdaya ketika kita tidak bisa menentukan waktunya akan digunakan untuk apa.

Setidaknya ada tiga hal yang menyebabkan ketidaktenteraman batin:

  1. Fokus pada hal-hal di luar kendali.
  2. Konflik antara rutinitas dengan prioritas.
  3. Gagal membedakan tugas penting dengan tugas urgen.

Mari kita bahas satu per satu beserta solusinya.

1. Fokus pada hal-hal di luar kendali

Penyebab pertama dari ketidaktentraman batin adalah saat kita fokus pada hal-hal di luar kendali kita. Begini penjelasannya, hal-hal dalam hidup kita dapat dikelompokkan ke dalam tiga kategori.

  1. Lingkar kendali.
  2. Lingkar pengaruh.
  3. Lingkar peduli.

Konsep ini dikenal dengan trikotomi kendali. Pertama kali dikenal dalam filsafat Stoic kemudian dipopulerkan oleh Stephen Covey.

Lingkar kendali adalah segala sesuatu yang bisa kita kendalikan secara langsung. Contoh: apa yang kita pikirkan, lakukan, katakan. Motivasi, mood, keputusan, apa yang kita beli dan pakai, kita bekerja dimana, bergaul dengan siapa, juga ada di dalam kendali kita.

Lingkar pengaruh segala sesuatu yang tidak dapat kita kendalikan secara penuh, namun dapat kita pengaruhi. Contoh: kondisi kesehatan kita, kondisi hubungan di keluarga, kondisi keuangan, kinerja tim kita, sikap orang lain yang berinteraksi dengan kita, masa depan kita, masuk dalam kategori ini.

Kita mungkin lalu bertanya, bukankah kesehatan ada dalam kendali kita? Tentu tidak. Kita memang bisa memutuskan berolahraga, makan-makanan bergizi seimbang, dan menjalani pola hidup sehat — semua ikhtiar ini ada di dalam kendali kita. Namun, siapa yang bisa menjamin kita tetap sehat? Hanya Allah. Kita bisa pengaruhi, tetapi kita tidak bisa kendalikan hasilnya. Ini sebabnya kesehatan masuk ke dalam lingkar pengaruh, bukan lingkar kendali. Sikap orang lain, kondisi keuangan, dan masa depan kita pun sama. Kita bisa pengaruhi, namun kita tidak bisa mengendalikannya secara penuh.

Lingkar peduli adalah segala sesuatu yang kita pedulikan namun kita tidak dapat memengaruhinya apalagi mengendalikannya secara langsung. Contoh: komentar orang tak dikenal di medsos, kebijakan pemerintah, pandemi, inflasi, cuaca, kemacetan, masa lalu kita, dimana kita dilahirkan, dsb.

Lingkar pengaruh dan lingkar peduli ada di luar kendali kita. Kita tidak dapat mengendalikannya secara penuh. Maka, mengarahkan energi dan atensi ke sana hanya akan membuat kita merasa tidak punya kendali. Kecemasan, frustrasi, stress, marah, dan takut sering kali merupakan reaksi yang terjadi saat kita terlalu banyak memikirkan hal-hal di luar kendali kita ini, saat kita ingin mengendalikan hal-hal di luar kendali kita. Kita frustrasi karena ingin sikap orang lain berubah, marah dengan kebijakan pemerintah, cemas dengan masa depan yang tidak pasti, dsb. Ini adalah kunci untuk merasa tidak berdaya.

Bila kita ingin merasa punya kendali terhadap kehidupan kita, maka kita perlu mengarahkan energi dan atensi pada hal-hal yang memang di dalam kendali kita. Kunci ketentraman batin adalah fokus pada lingkar kendali kita, berikhtiar seoptimal mungkin pada lingkar pengaruh kita, lalu bertawakal terhadap hasilnya, dan lepaskan apa-apa yang ada di lingkar peduli kita.

2. Konflik antara rutinitas dengan prioritas

Sebab kedua dari ketidaktenteraman batin karena apa yang ia lakukan sehari-hari (rutinitas; daily activities) bertentangan dengan nilai-nilai yang ia anggap baik, penting, dan bermakna (prioritas; values). Rutinitasnya tidak mencerminkan prioritasnya. Bentuknya bisa dua macam:

  1. Mereka tidak suka dengan apa yang mereka lakukan, namun mereka tetap melakukannya.
  2. Mereka tahu apa yang ingin (atau seharusnya) mereka lakukan, namun mereka tidak melakukannya.

Mari kita bahas poin pertama. Berapa banyak orang yang tidak suka dengan apa yang mereka lakukan tetapi tetap melakukannya? Tidak suka dengan pekerjaan yang mereka miliki saat ini, tapi tetap bertahan di sana. Tidak suka dengan kebiasaan buruknya, namun mereka tetap melakukannya. Kondisi seperti ini akan menimbulkan pertentangan di dalam batin mereka.

Sementara itu, di poin kedua — berapa banyak orang yang tahu apa yang ingin mereka lakukan namun mereka tidak melakukannya. Mereka sadar apa yang penting dan bermakna dalam hidup mereka, namun hal ini tidak tercermin dalam kegiatan sehari-hari mereka. Ada yang ingin jadi penulis, tapi tiap hari tidak pernah menyempatkan waktu untuk menulis. Ada yang berkata keluarga itu nomor satu, tapi sedikit sekali waktu berkualitas yang mereka berikan pada keluarganya. Ada yang tahu belajar ilmu agama itu penting, namun boro-boro setiap hari belajar, sebulan sekali menyimak kajian pun sudah luar biasa. Hal-hal seperti ini membuat kita inkongruen — tidak selaras. Kita mengalami pertentangan batin, membuat diri kita tidak utuh.

Meskipun wujudnya berbeda, pola mereka tetap sama. Mereka tidak mau bertanggungjawab terhadap kehidupan mereka. Mereka cenderung melimpahkan tanggungjawab ke pihak lain. Menyalahkan hal-hal di luar kendali mereka. Mungkin mereka tidak menyadari hal ini sepenuhnya, mereka hanya berkata:

“Nanti kalau sudah punya waktu luang lebih banyak, aku baru akan mulai menulis…”
“Nanti kalau bisnisku sudah mulai stabil, barulah aku akan luangkan waktu lebih banyak buat keluarga…”
“Pengin sih resign dari sini, aku udah muak sama pekerjaan di sini, tapi aku nggak bisa ngelakuinnya sekarang… nanti lah, kalau nggak ada perubahan setahun ke depan baru aku resign…”
“Aku pengin mulai belajar agama, tapi nanti lah, kalau kerjaan udah mulai nggak terlalu berat aku akan mulai…”

Tanpa sadar, sebenarnya kalimat-kalimat di atas adalah bentuk melimpahkan tanggung jawab ke pihak luar. Kita fokus pada hal-hal di luar kendali kita.

Alih-alih berkata demikian, mengapa kita tidak berkata:
“Menulis bukan hal yang penting saat ini, makanya aku belum mulai menulis.”
“Keluarga bukan hal yang penting bagiku saat ini, bisnis lebih penting.”
“Resign bukan hal yang penting bagiku saat ini, aku masih mau bertahan di sini.”
“Belajar agama bukan hal yang penting saat ini… dst”

Kalimat ini lebih jujur dan menunjukkan bahwa kita bertanggung jawab terhadap pilihan tindakan kita. Lebih fokus pada lingkar kendali kita. Namun, apakah kita punya keberanian untuk berkata seperti ini?

Fenomena ini menunjukkan bahwa banyak dari kita yang rutinitasnya tidak selaras dengan prioritasnya. Apa yang mereka lakukan, tidak selaras dengan apa yang sebenarnya kita inginkan.

Coba lihat kehidupan kita. Apakah dalam kehidupan kita saat ini kita punya waktu untuk melakukan hal-hal yang benar-benar kita ingin lakukan? Atau kehidupan kita hanya dipenuhi dengan hal-hal yang harus kita lakukan? Tengok pekerjaan kita, apakah kita bekerja karena kita memang ingin? Atau karena sebuah keharusan? Tengok keluarga kita, apakah kita melayani mereka karena kita ingin? Atau karena kita merasa harus? Tengok berbagai aktivitas kita lainnya, apakah kita melakukan karena ingin melakukannya? Atau karena merasa harus melakukannya? Bila kehidupan kita dipenuhi dengan berbagai keharusan, wajar bila hidup kita tertekan.

Maka, kunci untuk terbebas dari tekanan ini adalah mulailah melakukan sesuatu yang benar-benar ingin Anda lakukan. Mulainya dari mana? Dengan mengenali prioritas kita:

  • apa yang benar-benar ingin kita lakukan.
  • apa yang kita anggap benar dan ingin kita perjuangkan.
  • apa yang benar-benar penting dalam hidup kita.

3. Gagal membedakan tugas penting dan tugas urgen

Penyebab ketiga dari ketidaktenteraman batin adalah ketika kehidupan kita dipenuhi dengan hal-hal yang urgen, entah hal tersebut penting maupun tidak. Kita sering kali menganggap semua yang urgen itu penting. Padahal, tidak semua yang urgen itu benar-benar penting. Pak Dwight Eisenhower bahkan mengatakan:

“Sebagian besar hal mendesak itu tidak penting, dan sebagian besar hal penting itu tidak mendesak.”

Pikiran kita rancu dan tidak bisa membedakan keduanya hingga akhirnya kita hanya menghabiskan waktu untuk mengerjakan hal-hal yang mendesak dan menunda hal-hal yang benar-benar penting.

Sebenarnya apa bedanya sih? Tugas penting adalah adalah tugas yang bermakna, hal yang bila kita melakukannya maka akan berdampak signifikan pada tujuan jangka panjang kita. Biasanya tugas-tugas penting tidak memiliki tenggat waktu yang pendek, tenggat waktunya sangat panjang sehingga nampak seperti tidak punya tenggat waktu. Karena tugas-tugas penting ini tidak memiliki tenggat waktu, kita cenderung menundanya. Bahkan, kita hanya melakukannya di waktu sisa. Sementara tugas urgen adalah tugas-tugas yang memiliki tenggat waktu dan biasanya diiringi oleh tekanan dari pihak lain (desakan bos, klien, tetangga, teman kerja, dsb), ada paksaan dari faktor eksternal ini membuat kita mempersepsikan hal ini sebagai hal yang penting. Wajar bila kemudian jadwal harian kita dipenuhi dengan tugas-tugas urgen yang menekan kita.

Tugas penting terkait dengan tujuan jangka panjang yang bermakna dan nilai-nilai yang kita anggap berharga. Bila kita menghargai kesehatan, maka olahraga dan pola makan sehat adalah bagian dari hal penting. Bila kita menghargai masa depan kita, maka merencanakan masa depan adalah bagian dari hal penting. Bila kita punya cita-cita menjadi penulis buku, maka menulis adalah bagian dari hal penting. Tugas penting sangat terkait dengan prioritas hidup kita. Pertanyaannya, apakah kita sudah meluangkan waktu untuk mengerjakan hal-hal penting ini? Atau kita hanya menunggu waktu luang untuk mengerjakannya? Atau bahkan kita beralasan bahwa kita tidak punya waktu untuk melakukannya? Kita punya 24 jam sehari, 168 jam per pekan. Semua orang punya waktu yang sama. Berapa banyak dari 168 jam yang kita luangkan untuk mengerjakan hal-hal yang menjadi prioritas kita?

Kunci Ketenteraman Batin

Maka, berdasarkan bahasan di atas, kunci untuk ketentraman batin adalah:

  1. Kenali mana yang ada di dalam kendali dan di luar kendali kita, lalu arahkan energi dan atensi kita pada hal-hal yang ada di dalam kendali kita.
  2. Kenali hal-hal penting dalam hidup kita. Apa nilai yang kita anggap berharga? Apa saja aktivitas yang kita anggap bermakna?
  3. Kenali hal-hal yang tidak penting, tidak bermakna, dan tidak selaras dalam hidup kita. Pikirkan cara untuk menghilangkan atau minimal menguranginya.
  4. Luangkan waktu untuk melakukan hal-hal yang kita anggap penting dan bermakna dalam hidup kita. Dahulukan hal-hal penting sebelum hal-hal yang urgen. Dahulukan hal-hal esensial sebelum hal-hal yang remeh temeh. Dahulukan prioritas sebelum hal-hal sepele.

Saat aktivitas sehari-hari kita mencerminkan nilai-nilai yang kita anggap penting dan bermakna maka kita akan mengalami ketentraman batin. Mengapa? Karena kita menjalani hidup dengan utuh, kongruen (baca: sama dan sebangun) antara apa yang kita anggap penting dengan apa yang kita lakukan, kongruen antara apa yang kita inginkan dengan apa yang kita lakukan.

Artikel ini pernah diterbitkan di blog darmawanaji.com dengan judul yang sama.

--

--

Darmawan Aji
Darmawan Aji

Written by Darmawan Aji

Productivity Coach. Penulis 7 buku pengembangan diri. IG @ajipedia Profil lengkap: darmawanaji.com

No responses yet